AKSIOLOGI: ILMU DAN KEBUDAYAAN PENGEMBANGAN ILMU DAN KEBUDAYAAN NASIONAL

1.         Pendahuluan

Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu  secara mendalam mengenai ketuhanan, alam manusia, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia setelah mencapai pengetahuan. Bagian dari filsafat pengetahuan membicarakan tentang ontologis, epistomologis, dan aksiologi. Dalam kajian aksiologi ilmu membicarakan untuk apa dan untuk siapa. Tulisan ini membicarakan ilmu dan kebudayaan, perkembangan ilmu dan kebudayaan.

Nilai-nilai budaya adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar segenap wujud kebudayaan. Kegiatan manusia mencerminkan budaya yang dikandungnya. Pada dasarnya tata hidup merupakan pencerminan kongkret dari nilai budaya yang bersifat abstrak. Pada hakikatnya yaitu kegiatan manusia dapat ditangkap oleh pancaindera sedangkan nilai budaya dan tata hidup manusia ditopang oleh perwujudan kebudayaan yang ketiga yaitu berupa sarana kebudayaan. Sarana kebudayaan ini pada dasarnya merupakan perwujudan yang bersifat fisik yang merupakan produk dari kebudayaan atau alat yang memberikan kemudahan berkehidupan (Suriasumantri, 2005:262)

Ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan nilai moral suatu masyarakat. Keseluruhan faset dari kebudayaan tersebut di atas sangat erat hubungannya dengan pendidikan sebab semua materi yang terkandung dalam suatu kebudayaan diperoleh manusia secara sadar lewat proses belajar. Lewat proses pembelajaran inilah diteruskan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi selanjutnya. Kebudayaan diteruskan dari waktu ke waktu; kebudayaan masa kini disampaikan ke masa yang akan datang. Dengan demikian, kebudayaan  secara langsung dapat diperoleh melalui pendidikan (Suriasumantri, 2005:236)

Pada Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V  dikutip Suraijyo (2009: 8) Pada hakikatnya ilmu merupakan unsur dari kebudayaan, antara ilmu dan kebudayaan ada hubungan pengaruh timbal-balik. Perkembangan ilmu tergantung pada perkembangan kebudayaan, sedangkan  perkembangan ilmu dapat memberikan pengaruh pada kebudayaan. Hal ini merupakan sistem pola yang bersifat mutlak. Keadaan sosial dan kebudayaan, saling tergantung dan saling mendukung. Keduanya bersinergi untuk tetap saling memperngaruhi satu sama lain. Pada beberapa kebudayaan, ilmu dapat  berkembang dengan subur. Disini ilmu mempunyai  peran ganda yakni: 1) Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung  pengembangan  kebudayaan. 2) Ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak bangsa.

2.         Aksiologi

Aksiologis merupakan istilah yang berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti bernilai, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Aksiologis adalah “teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud  adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentag apa yang dinilai. Aksiologis adalah ilmu pengetahuan yang memiliki hakikat nilai, yang umumnya ditinjau dari segi kefilsafatan. Aksiologis juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu ke dalam praktis (Susanto, 2011:116).

2.1       Ilmu dan Kebudayaan

Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia. Melalui ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih murah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradapan manusia sangat berhutang kepada ilmu. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.

Ilmu adalah pengetahuan yang pasti, sistematik, metodik, ilmiah dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi. Ilmu membentuk daya intelegensi yang menghasilkan  keterampilan atau (skill) (Susanto, 2011:122). Ilmu merupakan sesuatu yang diketahui oleh individu. Ilmu digali dan ditemukan oleh manusia untuk mempermudah aktivitas dalam kehidupannya. Praja (2003:9) menyatakan ilmu sebagai sesuatu yang melekat pada manusia di mana ia dapat mengetahui segala sesuatu yang asalnya ia tidak ketahui. Ilmu dapat dikatakan secara umum itu berarti tahu. Ilmu itu pengetahuan. Seseorang yang memilki banyak ilmu dapat dikatakan sebagai seorang ilmuan, ahli pengetahuan dan lain sebagainya. Berdasarkan pengertian di atas, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh oleh manusia dengan syarat kriteria ilmiah yang merupakan kebenaran. Pada hakikatnya tujuan ilmu untuk mempermudah aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya. Berdasarkan hal tersebut Van Melsen dikutip Suraijyo (2009:4) mengemukakan ada delapan  ciri yang menandai ilmu, yaitu:

1)      Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren. Itu berarti adanya sistem dalam penelitian (metode) maupun harus (susunan logis).

2)      Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuwan.

3)      Universalitas ilmu pengetahuan, semua ilmu yang diketahui itu bersifat universal.

4)      Obyektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh obyek dan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka subyektif.

5)      Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan. Ilmu pada dasarnya sudah diakui oleh peneliti ilmiah. Terdapat kesepakatan yang sesuai dengan fakta dan pengetahuan yang ada.

6)      Progresivitas artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung pertanyaan-perta-nyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi.

7)      Kritis, artinya tidak ada teori yang definitif, setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.

8)      Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertauan antara teori dengan praktis.

2.2.1 Hakikat Ilmu

Melalui hakikat ilmu dan nilai-nilai yang dikandungnya memiliki pengaruh terhadap pengembangan kebudayaan nasional yang kembali lagi pada tujuannya untuk mempermudah aktivitas manusia. Pada dasarnya bagaimana peranan ilmu sebagai sumber nilai yang mendukung pengembangan kebudayaan nasional. Tapi sebelumnya pemahaman mengenai hakikat ilmu akan membantu untuk meningkatkan peranan keilmuan. Berdasarkan hal tersebut berikut menurut Suriasumantri (2005:273—275) peranan ilmu yaitu:

1)      Ilmu Sebagai Suatu Cara Berpikir

Ilmu merupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan pengetahuan yang berupa pengetahuan yang dapat di andalkan. Ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum disebut sebagai berpikir ilmiah. Dari hakikat berpikir ilmiah tersebut kita dapat menyimpulkan beberapa karakteristik ilmu. Menurut Suriasumantri (2005:274) karakteristik ilmu yaitu:

a)      Ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar

b)      Ilmu memiliki jalan pikiran yang logis dan konsisten dengan pengetahuan yang telah ada.

c)      Memperoleh ilmu dilakukan pengujian secara empiris sebagai kriteria kebenaran objektif.

d)     Ilmu memiliki mekanisme yang terbuka terhadap koreksi.

Dengan demikian, maka manfaat nilai yang dapat ditarik dari karakteristik ilmu adalah sifat rasional, logis, objektif dan terbuka, serta dilandasi oleh sifat kritis untuk mengetahui perkembangan ilmu. Ilmu yang diperoleh dari pengetahuan dan kriteria lainnya. Pada dasarnya ilmu merupakan bagian dari pengetahun dan pengetahuan merupakan unsur kebudayaan.

2)      Ilmu Sebagai Asas Moral

Ilmu merupakan proses berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, atau secara sederhana, ilmu bertujuan untuk mendapatkan kebenaran. Kriteria kebenaran bersifat otonom dan terbebas dari struktur kekuasaan di luar bidang keilmuan. Bagi kaum ilmuan terdapat dua asas moral yaitu meninggikan kebenaran dan pengabdian secara universal. Tentu saja dalam kenyataannya pelaksanaan asas moral ini tidak mudah sebab sejak tahap perkembangan ilmu pada kegiatan ilmiah dipengaruhi oleh struktur kekuasaan dari luar.

Ilmu dan kebudayaan saling mempengaruhi satu sama lain. Mengetahui tentang apa itu kebudayaan membantu untuk memahami keterkaitan tersebut. Berdasarkan hal tersebut,   Taylor dikutip Suriasumantri (2005:261) menyatakan kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam prosesnya kebudayaan wujud aktivitas masyarakat mengenai kebiasaan yang sudah dilakukan sebagai anggota masyarakat. Budaya juga merupakan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat. Melalui budaya dapat mengenalkan karakter dan sifat dari kelompok masyarakat tertentu.  Kuntjaraningrat dikutip Suriasumantri (2005:261) secara lebih terperinci membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem, dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta sistem teknologi dan peralatan.

Kebudayaan adalah hasil cipta, karya dari manusia, yang bersumber dari akal, rasa dan kehendak manusia. Oleh karena itu, kebudayaan tidak akan dapat berhenti, selama manusia masih menciptakan karya maka, prosesnya akan terus ada. Selama adanya aktivitas manusia untuk mencapai keinginan dan kehendaknya untuk hidup berkualitas. Dengan demikian, apabila kebudayaan adalah hasil karya manusia, maka ilmu ilmu sebagai hasil akal pikir manusia juga merupakan kebudayaan. Namun dapat dikatakan sebagai hasil akhir dalam perkembangan  mental manusia dan dapat dianggap sebagai hasil yang paling optimal dalam kebudayaan manusia (Surajiyo, 2009:2).

2.2 Kebudayaan dan Pendidikan

Aliport, Vermon, dan Lindzey dikutip Suriasumantri (2005:263) mengidentifikasikan enam nilai dasar dalam kebudayaan yakni nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik, dan agama. Nilai teori adalah hakikat penemuan kebenaran lewat berbagai metode, seperti rasionalisme, empirisme, dan metode ilmiah. Nilai ekonomi mencakup kegunaan dan berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan manusia. Nilai estetika berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistik yang menyangkut antara lain bentuk, harmoni, wujud kesenian lainnya yang memberikan kenikmatan kepada manusia. Nilai sosial berorientasi pada hubungan antarmanusia dan penekanan segi-segi kemanusiaan yang luhur. Nilai politik berpusat pada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dunia politik sedangkan nilai agama merengkuh penghayatan yang bersifat mistik dan transedental dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi.

Pendidikan salah satu media penyampaian ilmu. Berdasarkan hal tersebut Suriasumantri (2005:264) mengemukakan masalah yang dihadapi pendidikan adalah menetapkan nilai-nilai budaya apa yang harus dikembangkan pada diri generasi muda (anak kita). Pendidikan dapat diartikan secara luas sebagai usaha sadar dan sistematis dalam membantu mengembangkan pikiran, kepribadian dan fisiknya. Oleh karena itu, selalu dibutuhkan untuk mengkaji masalah tersebut. Nilai budaya harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan. Usaha pendidikan yang sadar dan sistematis mengharuskan untuk bersikap eksplisit dan definitive tentang nilai-nilai budaya tersebut.

3  Perkembangan Ilmu dan Kebudayaan Nasional

Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi. Suriasumantri (2005:272) menyatakan pada satu pihak perkembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaann. Di lain pihak, pengembangan ilmu akan mempengaruhi jalannya kebudayaan. Dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunyai peranan ganda. Pertama, ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya perkembangan kebudayaan nasional. Kedua, ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak suatu bangsa. Pada kenyataannya kedua fungsi ini terpadu satu sama lain dan sukar dibedakan Dengan demikian, terdapat nilai-nilai ilmiah pada pengembangan kebudayaan nasional yang didasarkan ke arah peningkatan peranan keilmuan. Berikut secara rinci Suriasumantri (2005: 278—280) menjelaskan mengenai dua hal tersebut:

1)      Nilai-nilai Ilmiah dan Pengembangan Kebudayaan Nasional

Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan kebudayaan yang sekarang bersifat konvensional ke arah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan apresiasi dan tujuan nasional. Proses pengembangan kebudayaan ini pada dasarnya adalah penafsiran kembali nilai-nilai konvensional agar nilai sesuai dengan tuntunan zaman   serta pertumbuhan nilai-nilai baru yang fungsional.

2)      Peningkatan Peranan Keilmuan

Keadaan masyarakat kita sekarang masih jauh dari tahap masyarakat yang berorientasi pada ilmu. Bahkan dalam masyarakat yang telah terdidik pun ilmu masih merupakan koleksi teori-teori yang bersifat akademik yang sama sekali tidak fungsional  dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, perlunya meningkatkan peranan dan kegiatan  keilmuan yang pada pokoknya mengandung beberapa pemikiran dibawah ini:

a)      Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu langkah-langkah ke arah peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi kebudayaan masyarakat kita.

b)      Ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran.

c)      Asumsi dasar dari semua kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah rasa percaya terhadap metode yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut.

d)     Pendidikan keilmuan harus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral. Makin pandai seseorang dalam bidang keilmuan dianggap harus makin luhur landasan moralnya.

e)      Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan bidang filsafat terutama yang menyangkut keilmuan.

f)       Kegiatan ilmiah harus bersifat otonom yang terbebas dari kekangan struktur kekuasaan.

Berdasarkan hal tersebut, pengkajian pengembangan kebudayaan nasional tidak dapat dilepaskan dari pengembangan ilmu. Dalam kurun dewasa ini yang dikenal sebagai kurun ilmu dan teknologi, kebudayaan kita pun tak terlepas dari pengaruhnya, dan mau tidak mau harus ikut memperhitungkan faktor ini. Oleh karena itu, pengkajian akan difokuskan pada usaha untuk meningkatkan peranan ilmu sebagai sumber nilai yang mendukung pengembangan kebudayaan nasional. Dalam hal ini, akan dikaji hakikat dan nilai-nilai yang dikandungnya serta pengaruhnya terhadap pengembangan kebudayaan nasional.

Kebudayaan Indonesia pada hakekatnya adalah satu. Walaupun Indonesia memiliki perbedaan perbedaan budaya, tradisi, adat istiadat dan kebiasaan. Tetapi, dengan tujuan dan semangat kebangasaan budaya Indonesia yang beragam tetap utuh dan satu dalam perbedaaan tersebut.  Pada  dasarnya corak ragam kebudayaan yang ada menggambarkan kekayaan kebudayaan bangsa Indonesia yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya. Hasil-hasil dari pengembangan budaya tersebut dapat dinikmati oleh seluruh bangsa. Oleh karena itu, pentingnya pembinaan dan pemeliharaan kebudayaan nasional. Pentingnya dilakukan penggalian dan pemupukan kebudayaan daerah sebagai unsur penting yang memperkaya dan memberi corak kepada kebudayaan nasional. Tradisi serta peninggalan sejarah yang mempunyai nilai perjuangan dan kebanggaan serta kemanfaatan nasional juga dibina dan dipelihara untuk dapat diwariskan kepada generasi muda. Pembinaan kebudayaan nasional harus sesuai dengan norma-norma Pancasila. Di samping itu harus dicegah timbulnya nilai-nilai sosial budaya yang bersifat feodal dan untuk menanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang negatif. Di lain pihak cukup memberikan kemannpuan masyarakat untuk menyerap nilai-nilai  dari luar  yang positif dan yang memang diperlukan bagi  pembaharuan dalam  proses  pembangunan,  selama  tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa Anonim (221).

4. Pola Kebudayaan

Pola kebudayaan muncul berdasarkan sistem suatu masyarakat. Perkembangannya dipengaruhi oleh ilmu, menurut Suriasumantri (2005:281) mengemukakan di negara kita telah mengalami polarisasi membentuk kebudayaan sendiri. Polarisasi yang dimaksud dalam hal ini adalah pembagian atas dua bagian (kelompok orang yang berkepentingan) yang berlawanan. Polarisasi ini didasarkan kepada kecendrungan beberapa kalangan tertentu untuk memisahkan ke dalam dua golongan yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial. Perbedaan ini menjadi sedemikian tajam seolah-olah kedua golongan itu membentuk dirinya sendiri yang masing-masing terpisah satu sama lain. Seakan-akan terdapat dua kebudayaan dalam bidang keilmuan. Tak dapat disangkal terdapat perbedaan antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, namun perbedaan ini hanya bersifat teknis. Jika di telaah kembali dasar ontologis, epistemologis dan aksiologisnya sama.

5. Penutup

Pengembangan kebudayaan nasional kita ditujukan ke arah terwujudnya suatu peradaban yang mencerminkan apresiasi dan cita-cita bangsa Indonesia. Pancasila yang merupakan filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan dasar bagi pengembangan peradaban tersebut. Nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakat merupakan kriteria penentuan perkembangan suatu kebudayaan. Kebudayaan pula pada dasarnya dipengaruhi oleh ilmu dan perkembangan ilmu pula dipengaruhi kebudayaan. Komponen kedua hal ini saling memperngaruhi satu sama lain. Oleh karena itu, dibutuhkan pula media pendidikan sebagai suatu usaha untuk mempelajari ilmu dan kebudayaan sebagai unsur pendukung lainya untuk membentuk karakter bangsa.

Daftar Pustaka

Anonim. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/5765/. “Kebudayaan Nasional”. Di akses online 28 November 2011.

Praja, Juhaya S. 2003. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Prenada Media.

Suriasumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Surajiyo. 2009. “Hubungan dan Peranan Ilmu terhadap Pengembangan Kebudayaan Nasional”.  http://research.mercubuana.ac.id/?p=84. Di akses online 28 November 2011.

Susanto.  2011. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

About FRANSORI

Exciting Peoples
This entry was posted in Bahasa dan Sastra. Bookmark the permalink.

2 Responses to AKSIOLOGI: ILMU DAN KEBUDAYAAN PENGEMBANGAN ILMU DAN KEBUDAYAAN NASIONAL

  1. Nani says:

    good suka dehh sama artikelnya….izin copy yaaa

Leave a comment